JALAN PRAKTIS MENERBITKAN BUKU



Sekalipun bacaan online bisa diakses secara mudah dan gratis, tetapi tampaknya dunia perbukuan cetak masih terus berjalan. Ini juga serupa masih kuatnya dunia kertas dalam industri media cetak seperti Koran, tabloid dan majalah yang masih beredar. Ada penurunan oplah pada media lama, tetapi juga ada perkembangan pada media-media cetak yang baru.

Tak terkecuali pada buku. Masih terus berlangsung cetak-mencetak dan berebut menemukan pangsa pembacanya. Bahkan tren baru adalah munculnya banyak buku yang dicetak oleh penulis atau lembaga non penerbitan. 

Di Bandung, tepatnya di Penerbit Nuansa Cendekia, pada 3 tahun terakhir ini banyak menerbitkan buku di luar program dari redaksi. 

“Banyak penulis atau lembaga yang menitipkan karyanya untuk terbit di penerbitan kami. Misalnya pada rentang bulan Juli hingga September 2014 belas saja terhitung ada lebih 10 buku dari penulis luar,” kata Pungkit Wijaya, salah seorang awak redaksi Nuansa Cendekia.

Menurut dia, kebutuhan penulis menitipkan penerbitan dengan memodali naskahnya itu disebabkan banyak kepentingan. Misalnya, penulis butuh bukunya terbit pada bulan, dan bahkan hari tertentu sehingga tidak mungkin menunggu waktu antre melalui program seleksi naskah redaksi. 

"Mereka lebih memilih menerbitkan dengan memodali sendiri, atau dibiayai sponsor,” katanya. 

Kedua, bisa juga oleh lembaga, perusahaan atau organisasi penulis itu memang memiliki anggaran khusus untuk publikasi. “Rata-rata mereka enggak mau ribet untuk urusan layout, editing, dan proses cetak sehingga lebih baik menyerahkan ke penerbit buku seperti di Nuansa Cendekia yang infrastrukturnya jelas dan efektif untuk menghasilkan penerbitan buku secara cepat.”

Alasan lain menurut Pungkit, sekarang penulis menerbitkan buku tidak semata untuk mencari duit, melainkan untuk banyak tujuan. Misalnya agar bisa cepat terbit lebih baik mencari duit di luar penulisan menggandeng pihak sponsor atau cara lain. Dengan itu mereka cepat punya karya. 

Menurut Pungkit, ini tidak mengherankan mengingat sekarang para penulis sebagian juga kelas menengah yang rata-rata berpenghasilan lebih. Misalnya untuk mengeluarkan biaya Rp 25 juta untuk buku sedang dengan oplah 1.000-1.500 eksemplar, itu mampu dan bukunya bisa terbit segera. Bahkan ada pula sebagian penulis yang karena memiliki jabatan tinggi bisa mengeluarkan uang lebih 100 juta untuk membiayai penerbitannya dengan jumlah buku cetak di atas 3.000 eksemplar.

Sebagian dijual sendiri, dibagi-bagikan sebagai kado intelektual, ada pula yang dimasukkan ke toko buku. Bahkan mereka sendiri tidak tahu apakah bukunya akan laku atau tidak. Tetapi yang penting masuk di rak-rak toko buku. Kalau hanya laku sedikit, mereka sudah tidak kaget karena memang penjualan buku itu sulit ditebak. 

"Nuansa Cendekia sejak 10 tahun yang lalu memang akrab dengan jejaring penulis sehingga wajar jika belakangan ini pola penerbitan bukunya tidak melulu konvensional dan birokratis," ujar Pungkit.

Penerbit yang didirikan Taufan Hidayat, Alumni IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini sekarang terus menerbitkan buku. “Karena kami sadar kebutuhan penulis zaman sekarang ini bermacam-macam, maka kami pun fleksibel. Prinsipnya kerjasama itu penting untuk menghasilkan kegiatan yang produktif,” ujar Hasyim Rosidi, kepala Bagian Marketing Penerbit Nuansa Cendekia Bandung.

Menurut Hasyim, dengan kerjasama yang baik antara redaksi dan penulis, juga lembaga dan perusahaan di luar penerbitan, menjadikan penerbit lebih hidup, tidak sekadar mengurusi naskah-naskah hasil seleksi yang butuh analisis khusus untuk membidik segmen pembaca. "Dengan pola kerjasama seperti ini,  bisnis jalan, idealisme dalam kepedulian kita terhadap bacaan tetap terjaga, dan satu lagi, kami banyak teman dari luar, seperti bisnisman, politisi, dan tokoh-tokoh masyarakat," ujarnya menjelaskan. 
Syarif Yahya
 
http://katakini.com/berita-jalan-praktis-menerbitkan-buku.html