Bandung punya pesona dalam urusan perbukuan. Selain seringnya
event pameran, juga penuh dengan kegiatan buku. Sekalipun mungkin dunia buku di
Bandung tak semeriah bidang industri kreatif lain, tetapi bagaimana pun juga
harus diapresiasi. Penerbit-penerbit besar, menengah dan kecil masih
eksis dan itu menjadi bagian dari transformasi sosial kelas menengah yang doyan
ilmu.
Satu hal yang menarik dalam dunia perbukuan adalah hubungan
penulis dengan penerbit. Sekalipun ribuan penerbitan, tetap saja saat ini keluhan
naskah sulit terbit dari penulis terus bermunculan. Maklum, sebab utamanya
adalah kemampuan penerbit menyerap ribuan karya dari para penulis tidak
sebanding. Itu yang jadi masalah utama. Dan kemudian saya mencoba mengapresiasi
salahsatu cara “penerbit” memberikan solusi kepada para penulis agar bukunya
lebih cepat terbit dan tetap diperlakukan sebagaimana mestinya buku-buku
bermutu yang lolos seleksi.
Di Penerbit Nuansa Cendekia, tempat saya banyak belajar dan juga
berkonstribusi memberikan naskah-naskah, saya bertemu Yopi Setia Umbara,
redaktur Pelaksana yang setiap hari menggawangi naskah-naskah para penulis.
Kang Yopi selain hobi mendata naskah yang masuk dan mengajukan dalam ruang
seleksi, juga sering melayani para penulis yang ingin naskahnya segera terbit
tanpa melalui proses seleksi dengan system membantu modal, atau membantu
penjualan.
Berikut ini beberapa hal yang saya perlu sampaikan dari tanya
tawab saya (Syarif Yahya) dengan Yopi Setia Umbara (Redaktur Pelaksana Penerbit
Nuansa Cendekia Bandung), September 2014.
Mengapa redaksi ini membatasi diri pada jumlah dan jenis naskah
yang lolos untuk diterbitkan?
YOPI: sebenarnya tidak membatasi, tetapi dalam dunia bisnis, pasti
ada yang namanya modal. Nah, dalam urusan modal, kemampuan kita berapa setiap
bulan? 50 juta? 100 juta? 1 milyar? Kalau kemampuan kita, katakanlah Nuansa
Cendekia rata-rata adalah memodali Rp 200-300 juta per bulan, itu sudah kita
plot untuk sekian naskah dengan ketebalan sekian, oplag sekian dan seterusnya.
Modal ini tergolong kecil, karena itu kita harus kelola sebaik mungkin agar
produktif dan tidak terseok-seok menghambat program kerja perusahaan. Dari
situlah istilah yang pas adalah keterbatasan. Dan keterbatasan itu bukan hanya
disebabkan modal, melainkan juga oleh kemampuan kerja tim work perusahaan,
kemampuan daya serap percetakan dan juga kemampuan kerja distributor sekaligus
administrasi.
SAYA : Memang rata-rata naskah yang
diterbitkan oleh Nuansa Cendekia berapa jumlahnya setiap bulan?
YOPI: Kalau setiap bulan sulit menghitungnya. Per tiga bulan
paling tidak 8-12 buku. Tapi itu juga bukan patokan yang menjadi target karena
dalam setiap cetak buku ada yang tebal yaitu di atas 400 halaman, menengah,
sekitar 250-250 halaman, dan tipis antara 80-140 halaman. Lagi pula soal oplag
juga menentukan. Bisa saja buku dicetak 2.000, 1.000, tetapi ada pula yang
rata-rata kita terbitkan adalah 3.000 eksemplar sampai 5.000 eks. Tergantung
kebutuhan marketing.
SAYA: jadi dari keterbatasan tersebut
Anda bermaksud membantu para penulis agar lebih cepat dengan modal sendiri?
YOPI: Ya. Itu. Sayang kan, banyak naskah bagus dan memiliki
potensi penjualan yang bagus pula, tetapi karena kita memiliki keterbatasan,
maka solusinya adalah saling membantu. Dalam hal ini kita bantu cetak lebih
cepat dengan dimodali para penulis sendiri atau pihak sponsor, dan dari situ
kita tidak keteteran dalam aspek permodalan. Toh yang utama kita tidak
berdagang kepada penulis, melainkan sama-sama berdagang masyarakat. Artinya
kita membantu penulis, penulis juga membantu kita.
SAYA: Bagaimana dengan para penulis
yang tidak punya modal?
YOPI: Punya modal atau tidak sebenarnya kedudukannya sama. Kalau
lolos seleksi, naskah milik orang kaya sekalipun tetap kita modali. Nah, pada
aspek seleksi ini kita lihat kualitas. Misalnya penulis A karyanya memang bagus
dan layak untuk publikasi. Kita tidak ribet soal penjualan. Lempar ke toko saja
langsung. Dan jangan lupa, ada juga penulis yang karyanya jelek tapi punya
modal uang. Tidak sertamerta lolos begitu saja. Kita menyediakan bacaan ke
masyarakat harus bagus. Kalau tidak bisa optimal sampai tahap karya bermutu,
minimal tidak buruk dan enak dibaca. Jadi tidak bisa kita menilai naskah
semata-mata karena uang. Uang itu perlu dan penting, tapi dalam dunia industry
kreatif seperti ini kita percaya bahwa nilai juga bagian yang harus
diperhatikan. Apalagi kami dan teman-teman redaksi di sini sangat perhatian
pada upaya kreativitas para penulis. Penulis pemula kita arahkan, penulis
senior berbagi ilmu. Dan karena itulah kita rajin berdiskusi dan berjejaring
bersama pihak luar.
SAYA: Siapa saja yang menerbitkan buku
dengan sistem kerjasama seperti itu?
YOPI: Kebetulan Nuansa Cendekia itu penerbit hasil kombinasi
antara kaum akademik dan aktivis. Nah, dari situlah banyak naskah dari para
dosen, tapi juga sering berkait dengan teman-teman aktivitis baik aktivis
politik, seniman, LSM, maupun aktivis yang tidak jelas…hehe…..
SAYA: Kalau misalnya saya mau
menerbitkan buku dengan modal sendiri itu bagaimana gambaran umumnya?
YOPI: Mudah. Kita ketemu. Bicarakan secara detail untuk mengarah
pada upaya keberhasilan penerbitan. Banyak cara. Salahsatunya misal, kita
menerbitkan buku A. Buku tersebut kita terbitkan misalnya 3.000 eksemplar.
Penulis kita harapkan untuk mengambil minimal 1.000 eks. Nah modal di situ pada
awalnya tetap kita tanggung. Karena kita punya percetakan sendiri, status awal
bisa ngutang. 2-3 minggu. Begitu buku terbit, nanti penulis membayarkan harga
buku 1.000 eks tersebut dengan diskon khusus yang murah. Sebagian yang tidak
diambil penulis, status didistribusikan ke toko buku, dan di situ penulisnya
masih memiliki hak ekonomi royalti.
SAYA: Model lain?
YOPI: Yang biasa butuh cepat adalah instansi atau komunitas yang
membutuhkan buku untuk internal. Rata-rata cetaknya 1.500 eksemplar. Itu dibeli
oleh instansi dan tidak beredar ke toko buku. Hitungannya yang seperti itu
lebih murah karena tidak mengacu pada harga bandrol umum, melainkan hanya
dihitung oleh Hitungan Pembiayaan Percetakan dan Harga Produksi keredaksian
meliputi editing, koreksi, layout isi, desain sampul, dan ongkos kirim. Semacam
itulah.
SAYA: Dengan itu semua bisa berjalan
lancar?
YOPI: Alhamdulillah. Karena komunikasi kita baik dan saling
pengertian, selama ini tidak ada masalah yang berarti. Kami mendapatkan banyak
relasi dan pengalaman yang memperkaya hubungan persahabatan dan
persaudaraan,para penulis yang tadinya tidak mengerti dunia produksi secara
detail kemudian ikut serta memahami dunia penerbitan dan percetakan. Dengan itu
kita juga memiliki hubungan yang berujung pada pengetahuan dan pengalaman.[]